Thursday 18th April 2024,

Pesantren, dan Hubungannya dengan Sistem Pendidikan Pra Islam

Pesantren, dan Hubungannya dengan Sistem Pendidikan Pra Islam
Share it

ASWAJADEWATA.COM |

Sistem pendidikan Pesantren telah dikenal menjadi salah satu identitas masyarakat Nahdliyin di Nusantara. namun pernahkah kita mencari tahu awal eksistensinya dalam masyarakat Islam di Indonesia?

Sistem lembaga pendidikan tradisional yang mengkhususkan bidang ilmu pengetahuan agama Islam ini telah berlangsung sejak beberapa abad lalu dimulai di tanah Jawa. Ulama-ulama Nusantara sekembalinya dari belajar agama Islam di Arab rata-rata membangun pondok pesantren untuk mentransformasikan ilmunya kepada masyarakat sebagai bentuk tugas amanah yang otomatis diemban sebagai penerus dakwah Rasulullah Saw.

Jauh sebelumnya, Kerajaan Majapahit yang pada masa itu mayoritas masyarakatnya beragama Hindu-Budha sebenarnya telah memiliki sebuah model pendidikan yang juga telah berlangsung lama.  Mereka menyebutnya dengan nama ‘Mandala’

Adaptasi pun dilakukan para ulama tersebut dengan mengadopsi sistem pendidikan yang sudah berjalan, agar tidak terkesan asing dan mudah diterima oleh masyarakat Jawa yang masih menganut agama Hindu-Budha pada masa itu. Perlahan institusi pendidikan yang mulanya identik dengan nuansa mistisme Jawa tersebut mengalami perubahan makna dengan berisikan ilmu-ilmu keagamaan Islam tanpa melakukan perombakan mendasar dari segi fisik kelembagaan.

Oleh karenanya dari sisi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tapi juga mengandung identitas keaslian, karena lembaga itu sebenarnya sudah ada sejak masa Hindu-Budha. Oleh sebab itu pondok pesantren dapat dikatakan adalah institusi keislaman berbasis kebudayaan, dimana ia menjadi seperangkat sistem universalitas nilai agama yang membudaya secara lokal.

Dengan demikian pondok pesantren dapat dianggap sebagai penerusan sistem pendidikan pra Islam di Jawa dan Nusantara, yang oleh sementara kalangan diidentifikasikan dengan nama ‘Mandala‘, yang di saat keruntuhan Majapahit berjumlah sekitar 200 lembaga tersebar di seluruh wilayah.

Jelasnya, sistem pesantren ini tidak semata-mata dipandang sebagai salah satu manifestasi keislaman di Nusantara, namun juga sebagai sesuatu yang indigenous, orisinil dan tidak serta merta dihilangkan seiring dengan masuknya Islam. Melainkan tetap dipertahankan dan menjadi simbol akulturasi kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Hal inilah yang membedakannya dari sistem pendidikan Islam yang ada di India ataupun di Arab.

Pengalihan fungsi pertapaan, pasraman atau mandala menjadi pesantren menimbulkan implikasi di masyarakat waktu itu bahwa pesantren bukanlah budaya asing, tetapi sebuah sistem yang telah mengakar dalam budaya masyarakat lokal dan membuat mereka lebih nyaman menerima ajaran agama Islam.

Penulis: Dadie W. Prasetyoadi

Like this Article? Share it!

Leave A Response

Translate »