ASWAJADEWATA.COM
Kita mulai dengan sabda yang menyejukkan sesejuk dedaunan yang melambai diterpa angin, “Seorang muslim yang menanam pohon, menabur benih,lalu pohon/tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, dan binatang ternak, maka semua itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari)
Betapa menanam pohon adalah amal yang produktif. ‘Amal jāriyah namanya, amal yang terus dicatat sebagai kebaikan meski orangnya duduk bermalas-malasan menyeruput kopi dan menyedot rokok. Dalam riwayat Muslim, tersebut redaksi “apa yang dicuri dari tanaman tersebut…pasti dicatat sebagai sedekah bagi penanamnya.” Engkau menanam pohon, buahnya dicuri. Maling dapat dosa, engkau dapat pahala.
Itu menanam, Bung! Coba kita simak bagaimana tentang menebang pohon.
“Siapa saja yang menebang pohon bidara di tanah tandus yang menaungi orang yang bepergian dan hewan ternak,secara ngawur dan tanpa alasan yang jelas, maka Allah akan merendam kepalanya ke dalam api.” (HR. Abu Daud)
Apa yang kurang ngeri dari keadaan kepala direndam ke kobaran api? Jadi kawan, kalau gak bisa beramal jariyah dengan menanam pohon, minimal selamatkan kepala kita.
Ahli hadis dan fikih boleh mendebat, itu pohon bidara lho. Saya harus mengabaikan debat semacam itu. Sebab, bagiku, poinnya bukan apa nama pohonnya, tapi apa kegunaan pohon itu. Mau bidara, mau mahoni, mau jabon, mau semangka (yang terakhir ini berlebihan memang), kalau menjadi peneduh orang yang berlalu lalang di sekitarnya__ya sama lah.
Coba seksamai kembali diksi sabda Baginda Agung “merendam kepalanya ke dalam api”, betapa “kasarnya”, tapi sebelum itu ada kalimat “yang menaungi orang yang bepergian dan hewan ternak”, owh… betapa lembutnya. Ancaman perendaman itu karena demi membela hewan ternak, duhai sungguh manis sekali. Nabi peduli sekali bahkan perihal kepentingan hewan ternak yang numpang berteduh di bawah pohon saat terik mentari. Tentu lancang menanyakan kepedulian beliau terhadap kepentingan santri-santri yang menghafal Alfiyah sambil menghirup oksigen paling murni dari pepohonan.
Ketika Yazid bin Abi Sufyan hendak diutus untuk penaklukan Syam, Abu Bakar memberinya sepuluh nasihat yang antara lain adalah larangan jangan sampai membunuh mereka yang tua renta, anak-anak, perempuan (rakyat sipil), dan jangan sampai menebang pohon yang berbuah. Ini artinya, menebang pohon tanpa alasan mendesak sama jahatnya dengan membunuh rakyat sipil. Lengkapnya hadis silakan rujuk ke al-Muwattha’ atau al-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi.
Saya pernah mendengar penceramah mengutip hadis Nabi menanamlah walau besok hari kiamat. Saya mencari tapi tidak menemukannya. Yang saya temukan malah lebih…..begini,
“Jika kiamat sudah terjadi dan kebetulan tangan kalian memegang batang kurma, sekiranya kalian sempat menggali, maka tanamlah ia.” (HR. Bukhari)
Oleh: Kiai Abdul Wahid, Dosen Ma’had Aly Situbondo