ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: Dadie W. Prasetyoadi
Pernyataan viral Khalid Basalamah di youtube tentang wayang sepekan ini membuat sebagian kalangan angkat bicara. Mungkin karena gusar, sampai ada yang hendak melaporkan ustadz dari kalangan salafi (baca: wahabi) itu ke polisi.
Walau akhirnya diklarifikasi olehnya, namun masyarakat khususnya kaum Nahdliyin terlanjur meradang dan terusik.
Pasalnya bukan kali ini saja Khalid menyerang kebiasaan dan budaya yang berkaitan dengan konteks amaliyah maupun dakwah peninggalan para Wali Nusantara yang sangat dijaga dan terus dilestarikan oleh masyarakat Nahdliyin.
“Saya mengajak agar menjadikan Islam sebagai tradisi. Makna kata-kata ini juga kalau ada tradisi yang sejalan dengan Islam, tidak ada masalah dan kalau bentrok sama Islam, ada baiknya ditinggalkan. Ini sebuah saran,” terang Khalid dalam klarifikasinya di sejumlah media online.
Menurut dirinya, tidak ada kata mengharamkan wayang dalam pernyataan dalam video dia beberapa tahun lalu itu.
Namun ketika ditanya oleh seorang jamaah saat itu tentang bagaimana tobatnya seorang dalang, Khalid mengatakan bahwa mereka harus melakukan tobat nasuha. Salah satunya dengan cara memusnahkan wayang mereka.
Diketahui bersama bahwa Ustadz Khalid Basalamah memang dalam beberapa ceramahnya kerap menyinggung amalan mayoritas masyarakat Islam Nusantara yang dikatakan sebagai bid’ah dholalah atau dengan kata lain sesat. Karena tidak didasari dalil-dalil dan tidak sesuai sunnah Nabi. Paham yang sering disampaikannya di kalangan terbatas itu nyatanya banyak menarik pengikut dari kalangan “hijrah” khususnya kaum muda. Apalagi setelah dipublikasikan di sosial media secara masif beberapa waktu lalu.
Terlepas dari itu semua, fenomena benturan antara budaya dan agama menjadi tema yang seakan-akan selalu dijaga eksistensinya. Memang terkesan seperti gimmick yang terus dimunculkan secara berkala, disertai bumbu-bumbu residu politik identitas di tanah air, menjadikannya terus subur dan menuai benih-benih perselisihan yang tak pernah kunjung tuntas diselesaikan. Sangat menguras energi persatuan yang saat ini sangat kita perlukan.
Jika ditelisik lebih jauh, wayang sebagai salah satu warisan budaya otentik Nusantara diakui menjadi apersepsi (jembatan) nilai-nilai filosofis sosial budaya dalam masyarakat Nusantara sejak berabad-abad lalu. Belakangan setelah mendapat amanah turut menyebarkan Islam di tanah Jawa dari otoritas Walisongo, Sunan Kalijaga melihat potensi wayang ini sebagai sarana dakwah agama yang ampuh. Sunan Kalijaga lah yang pada awalnya menyisipkan nilai-nilai dakwah Islam dalam cerita-cerita pewayangan populer pada masa itu. Mengena dan membumi, sejak itu Islam menyebar dengan pesat di tanah Jawa. Wayang semakin mendapat tempat di hati masyarakat. Selain sarat pesan-pesan kebajikan, unsur seni yang kental dalam setiap perhelatannya menjadikannya candu dan selalu dinantikan pada setiap kesempatan.
Maka tak heran jika Koordinator Persatuan Pedalangan (Pepadi) Wilayah Banyumas Raya, Bambang Barata Aji menilai, pernyataan Ustadz Khalid Basalamah soal wayang haram dan harus dimusnahkan menyakiti hati para dalang.
“Kalau hanya dinyatakan dilarang dalam Islam, itu sudah biasa. Tapi dalam anak kalimat berikutnya ada ujaran ‘lebih baik dimusnahkan’, ini sangat menyakitkan kami,” ungkapnya, dikutip dari Antara, Senin 14 Februari 2022.
Lain lagi komentar budayawan Sudjiwo Tedjo. Dikutip dari twittnya 15 Februari 2022, @sudjiwotedjo menulis demikian;
“Mbah bangga wayang banyak yang ngebelain?”
“Malah sedih.”
“Kok?”
“Sebab bagi mereka mungkin yg penting gaduh, bukan ngebela wayang. Nonton wayang aja mungkin gak pernah. Apalagi nanggap wayang. Tanpa dimusnahkan, wayang akan musnah sendiri kalau gak ada lg yg nonton/nanggap.”
Dari sini kita bisa lihat, mengapa Khalid sampai hati ‘menyerang’ wayang yang jelas-jelas bisa dipastikan akan menuai protes khalayak ramai. Tak lain karena memang nyatanya wayang akhir-akhir ini mulai termarjinalkan. Perlahan tercerabut dari kehidupan sosial masyarakat, kecuali di beberapa daerah di Jawa dan Bali yang masih menjadikannya bagian dari tradisi yang tak terpisahkan. Keadaan ini membuat wayang kehilangan perhatian dan apresiasi. Menjadikannya seperti onggokan barang usang di pojok ruangan. Tak berarti dan layak dibuang.
Menurut saya, sebenarnya kita juga layak berterimakasih kepada Khalid Basalamah. Karena dengan pernyataannya itu, bangsa ini segera siuman dari belaian mesra peradaban teknologi yang semakin ‘di-Tuhan-kan’ . Sehingga perlahan tanpa disadari malah membiarkan jatidirinya tertinggal dan terinjak-injak.