ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: Dadie W. Prasetyoadi
Usia bukan hanya dimaknai deretan angka yang menandakan saratnya lika liku perjalanan. The way is the destination, ungkapan filosofis dari definisi Taoism menjelaskan bahwa ukuran suksesi sebuah perjalanan bukan di akhir garis finis, melainkan saat menapaki ruang waktu itu sendiri. Perjalanan panjang untuk ukuran rentang masa selama 94 tahun bisa dianggap ‘tua’ oleh sebagian orang. Memiliki arti usang, kuno, renta, melemah, atau bahkan mendekati akhir cerita.
Pandangan tersebut nyatanya tidak berlaku terhadap Nahdlatul Ulama. Di umur ke 94 pada tahun 2020 ini, organisasi Islam yang didirikan saat Indonesia bahkan belum ada oleh KH. Hasyim Asy’ari tersebut semakin terlihat bertenaga, menyala-nyala, dan semakin kencang melesat ditengah kompleksitas sosial dan ledakan teknologi yang mengiringi pergeseran zaman.
Nahdlatul Ulama adalah organisasi yang menjadikan Ilmu sebagai panglima pergerakannya, membuktikan telah menggelindingkan khasanah keislaman yang sarat dengan keberhasilan di Nusantara. Pembentukan karakter ideologi Islam dan kebangsaan lewat ‘Hubbul Wathon Minal Iman’ menjadikannya rujukan bangsa-bangsa lain di dunia yang masih belum bisa menuntaskan masalah perbedaan, hingga mengakibatkan pertumpahan darah antar sesama dan kesengsaraan. Sikap moderat NU yang ditanamkan sejak dasar bagi para santri di pondok pesantren menjadikan mereka lentur dan fleksibel menghadapi perubahan zaman. Seperti yang digambarkan dalam simbol tali terikat kendur mengelilingi dunia pada lambangnya.
Tujuan utama menjadi pengawal madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) sebagai alasan berdirinya tak pernah bergeser, meski senantiasa didera ombak politik yang melanda negeri. Peran NU selalu terlihat segar mewarnai setiap peristiwa penting yang terjadi. Maka tidaklah berlebihan jika NU dijuluki dinamisator bangsa.
Kita telah banyak mendengar intelektual berkata dalam setiap diskusi ruang publik, bahwa mereka tidak dapat membayangkan jika selama ini NU tidak ada, bukan mustahil Indonesia akan senasib dengan bangsa-bangsa lain di timur tengah saat ini.
NU yang cukup ‘tua’ itu tampak berhasil menyiapkan generasi emasnya dalam menerima tantangan abad 21. Menjadikannya kendaraan lawas dengan onderdil baru, bersiap menjadi legenda, berkelas, klasik, dan menyenangkan untuk dikendarai. Perjalanan panjang lain yang membentang menyambut untuk dinikmati, dan NU dengan segala sumber daya terbarunya kini semakin bergairah menyongsong era globalisasi dengan lebih berkarakter, dewasa, dan percaya diri.