ASWAJADEWATA.COM
Sejak masa pandemi covid-19 ini berlangsung, info berita duka terkait wafatnya seorang manusia dari berbagai klaster menjadi menu utama info di berbagai media. Setiap hari dunia kehilangan puluhan ribu bahkan terkadang lebih penghuninya yang bernama manusia. Walau berbagai upaya telah dilakukan, masih terlihat jelas bahwa manusia tak berdaya menolak kematiannya sendiri.
Bagi kita yang beriman tentu fenomena ini adalah ujian iman yang sangat penting, khususnya iman kepada qada’ dan takdir (ketentuan) Allah.
Maha Benar Allah yang berfirman:
وما تدري نفس ماذا تكسب غدا وما تدري نفس بأي أرض تموت
“Tidak ada seorang pun yang tahu, apa yang akan dia lakukan besok dan tidak ada seorang pun yang tahu, di belahan bumi mana dia akan mati (meregang nyawa). QS Luqman: 34)
Mati adalah sebuah kepastian (al-yaqin, al-haq). Kita tak tahu kapan dan dimana dia datang. Hanya ada satu pilihan, sertakan iman dan Islam selalu dalam seluruh sisi kehidupan. Cara terbaik mati membawa iman dan Islam adalah hidup selalu membawa iman dan Islam. Kita sering mengangankan mati di jalan Allah, tapi lupa menjalani hidup di jalan Allah. Hiduplah di jalan Allah, insyaallah kau pun akan mati di jalan-Nya. Insyaallah husnul khatimah.
Umumnya kita enggan berbicara tentang kematian, padahal sering mengingat kematian, akan mengingatkan kita dengan hakikat kehidupan. Ketahuilah, bahwa mengingat kematian itu tidak memperpendek usiamu, sebagaimana melupakan kematian tidak memperpanjang usiamu. Tapi keduanya dapat memengaruhi keadaan bagaimana kita mati nanti.
Manusia di bumi ini tidak sedikit yang masih mengingkari adanya Tuhan (Allah), tetapi kematian, siapakah yang berani mengingkarinya? Alquran sebut kematian dengan istilah “yaqin” (QS Alhijr: 99). Jika kita tahu, besok jadwal kematian kita, apa kira-kira sikap kita? Seperti itulah semestinya sikap yang selalu menyertai hidup kita. Rasulullah saw bersabda:
اكثروا ذكر هاذم اللذات
“Hendaklah kalian banyak mengingat penghancur segala kenikmatan (yakni kematian).” (H.R. Imam Al-Tirmidzi, beserta perawi lainnya)
Mengingat kematian bukan untuk menghalangi kita kejar prestasi dunia, tapi justru memotivasi kita untuk terus berprestasi agar serasi dengan ajaran Ilahi, bermanfaat di dunia dan bermanfaat pula setelah mati. Sebab, betapapun prestasi yang diraih, dia hanya bersifat sementara dan tidak kekal. Apalah makna prestasi dunia, sehebat apapun, kalau setelah kematian kita justru sengsara. Terngiang-ngiang bait-bait yang sering disenandungkan saat kita di pesantren dahulu…
يا من بدنياه اشتغل
قد غره طول الأمل
أولم يزل في غفلة
حتى دنى منه الأجل
Duhai yang sibuk dengan dunianya.
Dia terpedaya oleh panjang angan-angannya.
Masihkah dia dalam kelalaiannya?
Hingga ajal mendekatinya…
Semua orang pasti akan kembali kepada Allah setelah kematiannya…
Yang berbahagia adalah yang telah kembali kepada Allah sebelum kematiannya yakni dengan sungguh-sungguh bertobatnya (taubatan nasuha)
Wallahu a’lam
Oleh: KH. Mustafa Al Amin (Rais Syuriyah PCNU Denpasar/Dosen STAI Denpasar Bali)