ASWAJADEWATA.COM
Sungguh asyik dan menyejukkan model penyampaian dakwah yang disampaikan oleh Habib Jindan bin Novel. Beliau adalah sosok yang setiap berdakwah lebih mengedepan akhlak dan motivasi kepada seluruh para jamaah yang menyimaknya.
Kali ini bisa kita simak di channel you tube Jeda Nulis, Habib Husein Ja’far Alhadar pemilik channel you tube ini menghadirkan Habib Jindan sebagai narasumber dalam bincang santai dengan tema “Menjadi Muslim Milenial”.
Dari sekian pembahasan yang disampaikan Habib Jindan, ada yang menarik kita petik lalu direnungkan. Habib Jindan berkisah yang dikutip dari kitab al-Washaya an-Nafi’ah karya Imam al-Haddad. Berikut petikan yang dapat penulis catat:
Imam al-Haddad di dalam kitab al-Washaya an-Nafi’ah, beliau bercerita ada suatu rombongan kafilah dalam ekspedisi dagang. Tau-tau dibegal di tengah jalan oleh penyamun, dirampok. Di situ ada orang saleh, ada ulama, ada da’i.
Ketika kafilah mereka dirampok, para penyamun diperhatikan kepalanya oleh salah satu orang saleh, ternyata penyamunnya lagi berpuasa. Akhirnya orang saleh ini penasaran dan bertanya kepada penyamun, “Maaf pak penyamun, saya mau nanya, kamu merampok kita. Saya perhatikan kamu sedang berpuasa, ya?”
Si penyamun menjawab, “ya, saya lagi puasa”. Orang saleh ini tambah penasaran dan kembali bertanya, “Kamu puasa sunah, tapi kamu ngerampok kita semuanya, menjarah kita. Terus apa gunanya berpuasa?”
Si penyamun berkata, “Saya tidak mau menutup semua pintu kepada Allah. Saya siapkan satu pintu untuk saya kembali kepada Allah. Jadi kapan saya mau balik, masih ada pintu buat balik. Melalui pintu puasa ini”
Akhirnya setelah sekian tahun, orang saleh yang bertanya kepada si penyamun pergi haji. Ternyata bertemu dengan si penyamun, melihat si penyamun di Multazam lagi nangis, lagi berdoa.
Orang saleh ini langsung menegur, “Kan kamu malingnya waktu itu” Si penyamun berkata, “Lha, itu kan masa lalu, saya sudah taubat sekarang”
Dari kisah di atas Habib Jindan berpesan, “Jadi sisakan satu pintu buat balik. Ketaatan itu nularin” Pesan ini sangat mengetuk hati kita, bahwa seburuk apapun kelakuan kita, sebagai seorang yang beriman jangan sampai seluruh kelakuan kita buruk semua. Wajib ada satu saja yang bisa menjadi pintu cahaya bagi hati kita, agar kita tetap ingat kepada Allah dalam kondisi apapun, bahkan sekalipun di saat kita melakukan keburukan.
Mengingat Allah ada banyak sebabnya. Bahkan ada orang yang baru ingat kepada Allah ketika atau setelah melakukan dosa. Orang yang demikian berarti masih memiliki secercah cahaya hidayah. Maka, segelap apapun diri kita, pasti ada celah cahaya dalam diri kita.
Maka carilah celah cahaya itu lalu terus nyalakan sedikit demi sedikit agar cahayanya meluas sampai melenyapkan kegelapan. Atau, jika kita tak mampu menyalakan cahaya itu lebih besar, maka jagalah jangan sampai padam. Mungkin dengan secercah cahaya itu langkah kita bisa diterangi hingga ke pintu rido-Nya kelak.
Sehitam apapun hati kita, pasti ada titik putih didalamnya. Maka temukanlah titik putih itu di dalam hati kita lalu jagalah agar tidak sampai hilang tertutupi oleh noda hitam. Mungkin saja satu titik putih itu yang senantiasa kita jaga hingga nafas kita berhembus akan menjadi nilai istimewa di hari perhitungan amal nanti.
Seburuk apapun diri kita, pasti ada kebaikan dalam diri kita. Sebejat apapun sifat kita, pasti ada satu sifat baik dalam diri kita. Sebagaiamana kisah yang diceritakan Habib Jindan tersebut. Semoga kita termasuk orang yang memiliki secercah cahaya yang akan mengantarkan kita ke jalan rahmat dan rido-Nya. Amin. (Gus Tama)