ASWAJADEWATA.COM |
Oleh: Dadie W. Prasetyoadi
Nyai Hj. Rodiyatul Hasanah, S.Pd, Ketua PC Muslimat NU Buleleng bercerita ketika pertama kali aktif di Muslimat NU mulai tahun 2000. Sebelumnya ia hijrah ke Bali pada tahun 1998 setelah 3 bulan menikah. Diutus oleh KH. Ahmad Tamyiz, Penompo Mojokerto.
“Nduk, awakmu nang bali yo, ngembangno ilmumu nang kono,” (Nak, kamu ke Bali ya, mengembangkan ilmumu di sana), pesan Kiai Tamyiz, yang langsung dijawabnya dengan mantap, “Nggih”.
Tahun 2000, Ketua PC Muslimat NU Buleleng ini mulai diajak oleh istri dari Kiai Zaenal di kota Singaraja, Buleleng, untuk bergabung di Muslimat NU.
“Pas di benak hati saya kalau saya diajak untuk aktif di Muslimat NU ini, karena saya dididik, digembleng di lingkungan pondok pendiri NU KH. Wahab Hasbulloh yang juga Pahlawan Nasional,” ujar Nyai Rodiah, panggilan akrabnya.
Sejak aktif di Muslimat NU itu, akhirnya Nyai Rodiyah dipercaya menjadi Ketua PC Muslimat NU Kabupaten Buleleng. Dirinya saat ini juga menjadi Penasehat di Fatayat NU Buleleng dan Penasehat IPPNU Buleleng.
Di awal menjabat sebagai Ketua, jumlah ranting Muslimat NU di Buleleng berjumlah 36 ranting. Setelah Nyai Rodiyah menjabat dan bergerak, sekarang berkembang menjadi 154 ranting. Dengan jumlah anggota keseluruhan saat ini mencapai angka 9000 lebih yang tadinya hanya 1500 orang.
Nyai Rodiyah menyampaikan bahwa Muslimat NU di Kabupaten Buleleng adalah organisasi wanita yang terbesar. Menurutnya, pada masa pandemi Covid 19, Muslimat NU di kabupaten pesisir utara Bali ini mulai menggeliat di semua sektor progam kegiatan yang ada, seperti bidang perekonomian, Sosial dan Dakwah, serta Keorganisasian.
“Saat ini Muslimat NU masih menggarap pengembangan dan tertib administrasi, termasuk penguatan organisasi mulai dari kota sampai pelosok desa,” paparnya.
Karena, bagi dirinya, prinsip Muslimat NU sama dengan ciri khas ulama NU. Yaitu adalah dekat dengan masyarakat kecil. Maka itu pula yang dilakukan oleh PC Muslimat NU Kabupaten Buleleng. Mereka tidak bosan-bosannya selalu turba (turun ke bawah) di ranting-ranting serta majlis taklim NU yang bertempat di pelosok-pelosok desa, dengan sentuhan hati melalui kegiatan-kegiatan sosial. Tak jarang dalam kegiatan itu mereka bekerjasama dengan pemerintah daerah lewat instansi terkait.
Selain di struktural NU, Nyai Rodiyah juga aktif di beberapa organisasi sosial dan keagamaan lain seperti; sebagai Pembina majlis dhikir istighosah kabupaten Buleleng, Pendiri dan Penasehat beberapa majlis taklim wilayah Buleleng.
Dalam menjalani segala peran serta kontribusinya di Muslimat NU itu, Nyai Rodiah berkata, “Untuk muslimat NU, zhahiran wa bathinan, saya curahkan semua”.
Dirinya ingat dawuh Mbah Yai Ahmad Tamyiz Mojokerto, “Apik yo diomongi wong, elek yo diomongi wong. Sakniki kanggo opo ilmumu”. (Jika baik ya akan dibicarakan orang, buruk pun juga dibicarakan orang. Sekarang tinggal kau gunakan untuk apa ilmumu).
Pesan inilah yang membuat membara dan terbakarnya hati seorang Nyai Rodiyah untuk berjuang di Muslimat NU.