Sosok Datuk Abdurrahman Guru, Pendiri PP Nurul Iman dan Panutan Generasi NU di Pengastulan

Facebook
X
WhatsApp
Telegram
Email

ASWAJADEWATA.COM |

Oleh: A. Hirzan Anwari

Bernama asli Abdurrahman. Menyandang penyematan Datuk di awal namanya sebagai sebutan bagi orang yang sudah menginjak usia sepuh. Sedangkan penyematan Guru di akhir nama merupakan gelar yang diberikan kepada setiap guru ngaji di Bali, lebih-lebih guru yang mengajari tentang ilmu, akhlak, dan spiritual. Gelar ini, kalau di Tanah Jawa, setara dengan Kiai, Romo, dan gelar sejenis lainnya.

Datuk Guru sapaan akrabnya, lahir di pesisir pantai Bali Utara, tepatnya di Dusun Kauman, Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng. Di tanah kelahirannya itu, ia mengabdikan diri untuk kepentingan umat dengan mendirikan pesantren sekitar tahun 1970an dengan nama Nurul Iman yang berdiri hingga sekarang. Dan bagi masyarakat disana pada waktu itu pesantren ini dianggap sebagai pelita di tengah kegelapan dan kesuraman moral, kedangkalan ilmu agama serta kekeringan spiritual warga.

Saban siang, Datuk Guru fokus pada pembelajaran membaca Al-Qur’an; mengenalkan huruf-huruf hijaiyah dan memperbaiki bacaan yang salah, sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Lalu pembelajaran berlanjut pada materi tentang dasar-dasar ilmu fiqih, akhlak, dan tauhid, yang berlandaskan pada pedoman Ahlussunnah wal Jama’ah.

Murid-muridnya tidak dari kalangan anak-anak saja, orang dewasa sekalipun tidak segan untuk mengais ilmu dan barokah darinya. Bahkan, ada yang rela jauh-jauh datang untuk berkhidmat menjadi muridnya.

Selain siang hari, yang masyhur dikenal dengan sebutan “Ngaji Lohor”, Datuk Guru juga membimbing murid-muridnya pada saat fajar mulai terbit, dan saat matahari baru menenggelamkan dirinya. Ya, seusai sholat shubuh dan maghrib dengan penerangan lampu yang minim cahaya. Di situlah ia menanamkan dan memantapkan lagi ilmu-ilmu agama yang diajarkan. Tak ayal, jika ilmu yang diajarkannya, yang basisnya Aswaja, khususnya NU, sangat mengakar kuat di tanah kelahirannya. Hasilnya, masyarakat sekitar banyak yang mengamalkan amaliyah-amaliyah NU, seperti tahlilan, selamatan, ziarah kubur, dqn lainnya.

Prinsipnya, sama seperti para muassis NU, yakni menjadikan Islam yang sholih likulli zaman wa makan, mengembangkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Sehingga Islam tidak bertentangan dengan tradisi yang sudah ada, dan tidak tertutup dengan sesuatu yang baru datang dan lebih baik (al-muhafadhatu ala qodhimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah). Dari sini, meskipun pada saat itu NU belum berwujud secara struktural, tapi secara kultural, amaliyah NU disini sudah menancap sangat kuat.

Ilmu-ilmu yang telah diajarkan itu sangat tertanam kuat di sanubari para murid-muridnya. Sebab Datuk Guru tidak sebatas guru yang sekedar menyampaikan ilmu saja, lebih dari itu, beliau seorang ahli tirakat — menurut persaksian dan pengakuan orang orang disana, beliau adalah seorang wali — yang tak pernah henti mendoakan murid-muridnya.

Itulah yang menjadi alasan, hingga saat ini, Datuk Guru menjadi cermin bagi murid-muridnya secara khusus, dan semua masyarakat desa Pengastulan pada umumnya lewat kiprah dan perjuangan menebarkan ilmu dan kebaikan di tanah kelahirannya.

Semenjak NU mulai dikenal secara struktural dan tertib administrasi di Desa Pengastulan, barulah organisasi-organisasi ke-NU-an didirikan. Mulai dari Ranting NU, Muslimat, Ansor, Banser, Kader Penggerak NU, dan yang paling baru adalah Fatayat. Dalam hal ini, yang paling semangat menjadi motor penggerak dibalik berdirinya dan aktifnya organisasi-organisasi itu adalah keturunan dari Datuk Guru sendiri. Sebut saja seperti Muhammad Anis, Suja’i, Fathan Qarib, Muhammad Saffat, Fakhrudin (ketua Ranting NU), Mursalin (komandan Ansor-Banser saat ini), Muhammad Ali, Nur Ibadiyah, Nur Asma’ (ketua Muslimat), Hijriyah (ketua Fatayat), dan banyak lagi, selain masyarakat pengastulan lainnya.

Masing-masing dari organisasi tersebut, memiliki kegiatan rutinan yang terus aktif hingga saat ini. Misalkan pengajian, pembacaan tahlil, Ratibul Hadad, Istighotsah, kajian kitab ke-Aswaja-an/ke-NU-an, dan kegiatan sosial kemasyarakatan.

Sekali lagi, semua ini tidak lepas dari barokah ilmu Datuk Guru yang mengalir deras. Meskipun ia bukan tokoh NU yang memiliki jabatan struktural, tetapi beliau lah yang menebar benih-benih ke-NU-an yang terus berkembang hingga saat ini.

diunggah oleh:

Picture of Aswaja Dewata

Aswaja Dewata

ADMIN ASWAJA DEWATA

artikel terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »